Seringkali saya mencari buku hanya melihat covernya. Pada waktu berjalan-jalan di toko buku, sudah pasti cover yang bagus dan membuat saya penasaran akan menarik perhatian saya. Tetapi terkadang isinya tidak sesuai dengan yang saya harapkan.
Hal ini membuat saya mulai berpikir untuk lebih selektif dalam memilih buku. Tidak hanya melihat dari covernya saja. Tetapi banyak juga buku yang isinya bagus, tetapi covernya tidak menarik perhatian saya.
Bagaimana kita memilih buku ini, bisa juga terjadi pada bagaimana kita menilai seseorang dalam kehidupan kita. Seringkali kita menilai seseorang hanya dari penampilannya, atau sesuatu yang dapat kita lihat secara langsung. Apakah hal ini benar?
Mungkin banyak dari kita yang berpikir bahwa hal itu wajar-wajar saja dikarenakan memang seperti itu kenyataannya.Tapi lewat beberapa pengalaman saya, saya mencoba untuk merubah cara pandang itu. Ada suatu ilustrasi yang mungkin dapat membuat kita berpikir lebih dalam lagi untuk hanya melihat seseorang dari luar saja.
Di zaman es krim sundae masih murah, seorang anak laki-laki berumur 10 tahun masuk ke sebuah Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja. Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih di hadapannya. Anak ini kemudian bertanya "Berapa ya... harga satu ice cream sundae?" katanya. "50 sen..." balas si pelayan.
Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung koin-koin di kantongnya, "Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa?" katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar. "35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan.
Anak ini mulai menghitung lagi koin-koin yang tadi ada di kantongnya. "Bu... saya pesan ice cream yang biasa saja ya..." ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice cream, membayar di kasir, dan pergi.
Ketika si pelayan wanita tadi kembali untuk membersihkan meja anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun di samping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa memesan ice-cream sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak"...
Dari ilustrasi diatas, mungkin kita juga tidak pernah menyangka bahwa ternyata di dalam penampilan luar anak itu yang kesannya tidak punya uang ternyata dia punya maksud yang mulia untuk orang lain. Dia tidak ingin memberikan tips yang tidak layak untuk orang lain. Dia rela tidak makan es krim yang istimewa untuk orang lain.
Setelah membaca ilustrasi tersebut, apakah kita masih layak menilai seseorang dari luarnya saja, dengan waktu yang begitu cepat? Hanya diri kita sendiri yang dapat menjawabnya.
Hal ini membuat saya mulai berpikir untuk lebih selektif dalam memilih buku. Tidak hanya melihat dari covernya saja. Tetapi banyak juga buku yang isinya bagus, tetapi covernya tidak menarik perhatian saya.
Bagaimana kita memilih buku ini, bisa juga terjadi pada bagaimana kita menilai seseorang dalam kehidupan kita. Seringkali kita menilai seseorang hanya dari penampilannya, atau sesuatu yang dapat kita lihat secara langsung. Apakah hal ini benar?
Mungkin banyak dari kita yang berpikir bahwa hal itu wajar-wajar saja dikarenakan memang seperti itu kenyataannya.Tapi lewat beberapa pengalaman saya, saya mencoba untuk merubah cara pandang itu. Ada suatu ilustrasi yang mungkin dapat membuat kita berpikir lebih dalam lagi untuk hanya melihat seseorang dari luar saja.
Di zaman es krim sundae masih murah, seorang anak laki-laki berumur 10 tahun masuk ke sebuah Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja. Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih di hadapannya. Anak ini kemudian bertanya "Berapa ya... harga satu ice cream sundae?" katanya. "50 sen..." balas si pelayan.
Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung koin-koin di kantongnya, "Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa?" katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar. "35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan.
Anak ini mulai menghitung lagi koin-koin yang tadi ada di kantongnya. "Bu... saya pesan ice cream yang biasa saja ya..." ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice cream, membayar di kasir, dan pergi.
Ketika si pelayan wanita tadi kembali untuk membersihkan meja anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun di samping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa memesan ice-cream sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak"...
Dari ilustrasi diatas, mungkin kita juga tidak pernah menyangka bahwa ternyata di dalam penampilan luar anak itu yang kesannya tidak punya uang ternyata dia punya maksud yang mulia untuk orang lain. Dia tidak ingin memberikan tips yang tidak layak untuk orang lain. Dia rela tidak makan es krim yang istimewa untuk orang lain.
Setelah membaca ilustrasi tersebut, apakah kita masih layak menilai seseorang dari luarnya saja, dengan waktu yang begitu cepat? Hanya diri kita sendiri yang dapat menjawabnya.